Tulisan Romo Redaksi E-Bulletin Tulisan Romo Redaksi E-Bulletin

Selter Isoman PTPM

“Ada banyak cerita bermakna dalam masa kegelapan itu, dan karena itu saya semakin yakin bahwa kasih Tuhan itu justru nampak nyata dalam kegelapan yang memantik solidaritas kemanusiaan kita bersama.”

Effendi Kusuma Sunur, SJ

Ketika gelombang kedua covid-19 melanda Yogyakarta (Jogja) di akhir Juni 2021, kami semakin waspada namun belum membayangkan betapa dahsyat dampaknya bagi kami. Di awal bulan Juli 2021, ada usaha di kalangan para Yesuit untuk menanggapi gelombang pandemi kedua ini. Pater Provinsial Serikat Yesus (SJ) Provinsi Indonesia (Provindo) menuliskan surat kepada para Yesuit untuk menyikapi kondisi pandemi terkini saat itu, dan SJ Provindo menyiapkan sebuah selter resmi yang diusahakan oleh Studio Audio Visual (SAV-USD), sebuah karya Yesuit di Jogja.

 

isoman_steril.jpg

Pada awal bulan Juli itu pula, saya didatangi oleh petugas Satgas Covid-19 untuk meminta wisma PTPM (Pembina Tenaga Pengembangan Masyarakat) menjadi “semacam” sebuah selter isolasi mandiri (isoman) untuk berjaga-jaga. Saya menyambut pemintaan para petugas dengan menyiapkan 11 kamar dan 1 pastoran untuk menjadi tempat isoman di PTPM dan meminta mereka untuk mendampingi kami di PTPM dari segi medis. Namun karena tak kunjung ada pasien isoman yang masuk, saya memberanikan diri untuk menyebarkan berita terkait kehadiran selter ini kepada beberapa sahabat. Yang terjadi adalah saya dikontak oleh banyak orang yang membutuhkan selter isoman, namun saya tak bisa menerima mereka karena Satgas Covid setempat yang saya mintai bantuan medisnya ternyata sudah kewalahan untuk mengurusi begitu banyak masalah yang muncul dalam gelombang ke-2 pandemi di Jogja.

 

isoman_ambulans.jpg

Karena banyaknya permintaan, panggilan Tuhan untuk menyediakan selter semakin kuat dalam diri saya, dan saya mengupayakan apa yang diperlukan untuk membuka sebuah selter. Saya sadar bahwa saya tak memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk membuka selter, maka saya mengontak seorang dosen UGM untuk meminta bantuannya. Darinya saya dikenalkan ke beberapa dokter dan para dokter tersebut membantu saya untuk mengeksekusi apa yang sudah ada di hati dan pikiran saya itu. Tanggal 11 Juli 2021 malam, saya membuat “Surat Pernyataan Pasien”, disetujui oleh para dokter setelah memberi revisi Surat tersebut, dan pada akhirnya tanggal 12 Juli 2021, masuklah pasien pertama ke selter PTPM.

 

Saya memulai selter itu dengan 2 tenaga relawan (termasuk saya) dan seorang dokter.

Pada awalnya, saya hanya mempunyai uang Rp. 5 juta, sebagian dari sisa dari sumbangan donatur tahun lalu saat pandemi masuk ke Indonesia. Ketika dosen-dosen UGM tahu bahwa saya membutuhkan bantuan, mereka juga langsung mengumpulkan donasi bagi selter itu. Ada juga yang mengusulkan agar saya menyebarkan “flyer” untuk meminta donasi. Saya mengikuti sarannya, dan sungguh luar biasa, ada banyak sekali orang yang merasa diketuk hatinya dan memberikan donasi dengan murah hati baik dalam bentuk uang, disinfektan, masker, dsb. Yang mengharukan adalah bahwa ada yang memberi dari kekurangan mereka.

 

Saya mengenang bahwa di minggu pertama, kami masuk keluar selter tanpa baju hazmad karena kami tak mempunyainya. Kami “terpaksa” masuk selter karena beberapa orang tua yang isoman tak mahir menggunakan sarana komunikasi sehingga kami perlu mengecek mereka secara langsung. Syukur kepada Allah, kami terus dilindungi Tuhan sehingga tidak jatuh sakit. Seminggu kemudian baru baju hazmad yang kami pesan dari seorang donatur di Jakarta tiba dan kami pun dengan hati gembira dan lega menggunakannya.

 Kami juga menyaksikan semangat dan solidaritas kemanusiaan di tengah kegelapan pandemi gelombang kedua. Bergabungnya beberapa mahasiswa sebagai relawan dan 3 orang dokter sebagai penasehat dan tenaga medis di selter merupakan asupan energi yang menghidupkan. Solidaritas kemanusiaan itu tak berhenti pada orang yang melayani semata, melainkan juga menyebar pada orang-orang yang dilayani di selter. Beberapa isomaners juga menunjukkan bela rasa mereka dengan mengusahakan makan siang atau malam untuk semua penghuni. Mereka tahu mereka dilayani secara sukarela oleh pelayan selter, dan mereka menunjukkan kemurahan hati mereka dengan berdonasi bagi selter entah itu dalam bentuk makanan ataupun uang.

isoman_penutupan.jpg

Selter PTPM resmi ditutup pada tanggal 1 September 2021 karena tak ada lagi orang yang masuk ke selter sejak minggu ketiga Agustus 2021. Gelombang kedua pandemi sudah berlalu, dan kami dengan rasa syukur mengenang anugerah panggilan dan perlindungan Tuhan, serta pelayanan kepada sesama yang membutuhkan. Motto saya ketika berjuang di selter itu, “Daripada mengutuki kegelapan, lebih baik menyalakan lilin kecil.” Ada banyak cerita bermakna dalam masa kegelapan itu, dan karena itu saya semakin yakin bahwa kasih Tuhan itu justru nampak nyata dalam kegelapan yang memantik solidaritas kemanusiaan kita bersama.

isoman_selesai.jpg

Sebagian dana yang tersisa dan belum terpakai dari donasi selter sudah dan akan dipakai untuk penanganan pandemi lebih lanjut. Saya telah membantu tiga paroki di Jogja untuk melakukan vaksinasi kepada masyarakat, dan dana selter tersisa akan saya serahkan kepada SJ Provindo untuk menolong semua orang yang membutuhkan pertolongan dalam masa pandemi ini.  

Dengan ini, saya juga mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas kemurahan hati para sahabat yang dengan caranya masing-masing menolong saya dan teman-teman di Jogja untuk mengabdi Allah dan melayani sesama.

 AMDG,

Effendi, SJ

 

Read More
Senyum itu Sehat Eliza Kertayasa Senyum itu Sehat Eliza Kertayasa

Nahh tilang!

naikmotor.jpeg

Seorang pastor naik motor di jalan sepi. Di balik kelokan jalan seorang polisi menyuruh pastor berhenti dan menunjukkan SIM dan STNK.

Semua lengkap dan masih berlaku. Polisi memeriksa lampu depan jauh-dekat, lampu belakang, lampu rem, lampu belok kiri-kanan-depan-belakang. Semua berfungsi baik.

Setengah putus asa polisi mengembalikan surat2

Polisi: “Gak takut nih, malam2 jalan sendiri?”

Pastor: “Saya pastor, kemanapun pergi saya bersama Állah Bapa, Allah Putra, Allah Roh Kudus dan Bunda Maria.”

Polisi: (Setengah berteriak) “NHAA! TILANG! Naik motor berlima!”


Read More
Senyum itu Sehat Eliza Kertayasa Senyum itu Sehat Eliza Kertayasa

Kakiku Bebas

Seorang jemaat mempertanyakan hobi pendetanya yang suka taekwondo.

taekwondo.jpg

Jemaat: “Mengapa Pastor menyukai bela diri taekwondo dan bukan karate atau silat?”

Pastor: “Karena taekwondo adalah beladiri yang lebih banyak menggunakan kaki.”

Jemaat: “Apa kelebihannya?”

Pastor: “Gini, mulutku untuk berkotbah, tidak boleh memaki. Tanganku untuk memberkati, tidak boleh untuk menampar. Tetapi kakiku kan bebas!”


Read More
Kesaksian Redaksi E-Bulletin Kesaksian Redaksi E-Bulletin

Wound of Christ

“as you repeat your same sins, my wound would bleed again …. “

(By Yanli S. Guerzon)


In 2017, I was blessed to be able to join a pilgrimage with Pater Robby Wowor OFM to the Holyland. We visited Egypt, Israel and Jordan in about 10 days trip. The overall journey was splendid and lots of graces for my spiritual experience. Today, I’d like to share with you a special spiritual enrichment. With hope the story will strengthen each other faith.

It was a beautiful winter morning, we started our day with a holy mass at a small chapel. As always, I was ready with my small camera to capture the beauty of the surrounding. The chapel was called “Scourging of the Pillar”. It was the very place where our Lord, Jesus Christ was scourged.

I started taking pictures of the stain glass behind the altar. It was depicting Jesus in pains from the scourging that He endured. Then, Pater Robby told us what had happened to Jesus inside the room 2000 years ago. The chandelier above are the pieces of the metal tools used to beat Him up. I got goosebumps and immediately put my camera away and started to pray intensely. It was intense alright. I was in tears thinking of what had happened to my beloved Jesus. In just a short moment I was transcendent to a very deep contemplation of the sorrowful mystery.

repeatsin.jpg

All of the sudden in my meditation, I spotted Jesus’s bloody torso. It was in red blood color. All of his skin was red and plenty of wounds in shape of holes. Then, I was brought to a specific wound of Christ. Please look at the enclosed picture. I’ve tried to illustrate what I have seen in my canvas painting. It was His fresh dry wound. All of the sudden, blood flow out from the dry wound. I cried more and more as I saw it vividly. Then, I asked Jesus. “What is happening.” He simply replied. “as you repeat your same sins, my wound would bleed again …. “ “Oh no,” I said. “Forgive me Lord, for I have sinned. I didn’t realized it hurt you more in your wounds”.

I cried and cried. Then, I was awakened from my deep contemplation, and realized it was the time to receive communion already on the holy mass. I lined up and received the Eucharist. Then, after receiving the Body of Christ, as I was chewing the Bread I was again brought to a deep meditation. This time the wound was covered with a tiny medal of St. Benedict. I heard the voice of the Lord, “…I conquered dead and live. “. The Lord advised me to share this vision to all of my friends and other Christians. I was then, try to sketch the vision using pen on my notebook. Jesus told me to paint it also in canvas. He wanted me to try my best in drawing it and shared with others.

In the nutshell, we are reminded that every time we repeat our offensive deeds, and make sin again and again. We pretty much scourge Jesus wound one more time. So, I was warned to repent repeatedly as I sin and sin again. From that experience, I trust in Jesus more and more because He had told me and shared with me his pains. I immediately went to confession and repent. Thanks God for Sacrament of Reconciliation.

I would like to invite you to meditate on this Wound of Christ image. May the Lord grant you His graces and messages for own spiritual growth.



The red portion of the painting is to illustrate the total redness of Jesus’s Torso. Deep Blood color. Then the oval circle is the Dry Wound itself. The brown spot at the lower part of the oval circle is the fresh blood coming out from dry wound.

The red portion of the painting is to illustrate the total redness of Jesus’s Torso. Deep Blood color. Then the oval circle is the Dry Wound itself. The brown spot at the lower part of the oval circle is the fresh blood coming out from dry wound.


Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Santa Monika (Teladan Para Ibu)

Sungguh teladan hidup St. Monika menyatakan bahwa doa dan tangisan yang tidak kunjung putus akan didengarkan oleh Tuhan. Ia menjadi teladan istimewa para ibu dalam membesarkan anak-anaknya dan sebagai istri yang setia kepada sang suami.

Monika, juga dikenal sebagai Monika of Hippo, adalah ibu Santo Augustine of Hippo.

Dia lahir pada tahun 331 M di Tagaste, Afrika Utara. 

Ketika dia masih sangat muda, Monika menikah dengan seorang bernama Patrisius, kafir yang tidak percaya kepada Tuhan, dan juga seorang yang sering marah, tidak setia, dan peminum. Monika yang saleh terus berdoa dan memohon Tuhan memberikan rahmat pertobatan kepada Patrisius.

Kehidupan Monika dan suaminya jauh dari kebahagiaan. Monika adalah seorang yang lemah lembut dan penuh ketabahan menghadapi sifat dan tingkah laku suaminya. Monika selalu mengatakan bahwa seorang suami yang sedang marah, sebaiknya jangan dilawan, baik dengan kata-kata maupun perbuatan. Bila suami sudah tenang, itulah waktu yang tepat untuk diajak berbicara dengan baik-baik. Monika menasihati para ibu agar mengingat selalu untuk taat pada suami dan tidak bersikap angkuh. Banyak ibu yang menjalankan nasihat itu dan mereka berhasil. Monika juga seorang ibu yang menjadi penegak yang bijak dan pendamai dalam setiap perselisihan dengan orang lain. Berkat doa Monika yang tidak putus, akhirnya Patrisius dibaptis sesaat sebelum ia meninggal pada tahun 370.

Tiga anak lahir dari Monica dan Patricius: Agustinus, Navigius, dan Perpetua. Agustinus lahir pada tanggal 13 November 354. Ia seorang anak yang nakal, malas dan sering berbohong. Tetapi Agustinus adalah seorang anak yang pandai dan selalu berdoa.  Monika mendidik anaknya dengan rasa keibuan, kasih sayang dan kesabaran.  Monika adalah seorang ibu yang senantiasa mengikutin perjalanan hidup anaknya dan tidak pernah meninggalkannya. Sesuatu saat Agustinus menjauh dari Gereja dan dikemudian hari dia mengatakan, “Karena kebaikan ibuku, aku bisa mendapatkan segala yang terbaik yang telah kuperoleh.”

Pada masa remajanya, Agustinus sering melakukan kejahatan dan percabulan. Tidak ada yang mengingatkan Agustinus akan dosa. Bahkan, ayahnya sendiri bangga akan hal itu. Sebaliknya Monika terus berdoa dan menasihatinya.

Suatu ketika Agustinus membaca buku yang berjudul “Hortensius” dengan tujuan agar dia bisa pandai berbicara. Ternyata dia tersentuh bahwa bukan hawa napsu yang dicari, tetapi kehidupan rohanilah yang memberikan ketenangan. Akan tetapi, dia tidak puas dengan ajaran Kitab Suci, maka dia berkenalan dengan sebuah aliran, Manikheisme. Manikheisme adalah merupakan agama besar yang melihat dunia sebagai terang dan gelap, dan ketika seseorang meninggal, mereka dikeluarkan dari dunia materi dan kembali ke dunia terang, dari mana kehidupan berasal.

Monica menemui seorang uskup dan meminta untuk membantu Agustinus melepaskan dirinya dari aliran Manikheisme. Selama sembilan tahun Agustinus mengikuti aliran itu. Disertai deraian air mata, Monika tidak berhenti berdoa dengan tekun dan setia untuk pertobatan anaknya.

Selama mengikuti aliran itu, Agustinus tidak mendapatkan kepuasan. Kemudian dia berencana untuk ke Roma.

Agustinus juga tidak betah dan merasakan seperti orang asing di Roma. Pada tahun 384 Agustinus pergi ke Milan. Disana dia bertemu dengan uskup Ambrosius, seorang ahli pidato yang terkenal.

Uskup Amborius menyambut Agustinus dengan baik dan penuh perhatiaan. Agustinus menjadi rajin dan setia ke gereja untuk mendengarkan khotbah dari Uskup Ambroius.

Monika menyusuri jejak Agustinus dari Roma hingga ke Milano. Ketika Agustinus bertemu dengan ibunya, dia menceritakan bahwa dia telah lepas dari aliran Manikheisme. Monika berkata bahwa ia percaya demi Kristus bahwa sebelum ia meninggal ia akan melihat puteranya bertobat dan menjadi Katolik. Itu keyakinan dari Monika, seorang ibu yang penuh kepercayaan.

Pergulatan terjadi pada Agustinus setelah dia bertemu dengan uskup Ambrosius. Uskup mengatakan bahwa jalan keselamatan manusia terdapat dalam Tuhan Yesus Kristus dan dalam Kitab Suci. Kata-kata inilah yang mengusik hati Agustinus.

Setelah jangka waktu enam bulan, Agustinus dibaptis oleh Uskup Ambrosius pada tanggal 25 April 387. Monika meneteskan airmata kebahagiaan. Setelah itu mereka kembali ke Afrika.

220px-MonicaSAgostino.jpeg

Monika merasakan bahwa ia telah menyelesaikan pekerjaan yang Allah berikan kepadanya, yaitu mempertobatkan Agustinus. Pada usia 56 tahun, Monika meninggal dunia karena serangan demam yang hebat. Hati Agustinus sedih luar biasa. Dalam kesendiriannya Agustinus mengenang kembali kebaikan dan kesetiaan ibunya yang sangat suci.

Sungguh teladan hidup St. Monika menyatakan bahwa doa dan tangisan yang tidak kunjung putus akan didengarkan oleh Tuhan. Ia menjadi teladan istimewa para ibu dalam membesarkan anak-anaknya dan sebagai istri yang setia kepada sang suami.

Pada setiap tanggal 27 Agustus menjadi hari penghormatan Santa Monika.

 

Doa untuk anak-anak kita

Santa Monika yang kami hormati, pelindung bagi semua ibu dan ayah, tolong peliharalah anak-anak kami, terutama mereka yang telah menjauhi jalan Allah dan gereja-Nya.  Naungilah mereka, lindungilah mereka.  Buatlah agar mereka tetap setia dalam janji baptis mereka.

Berilah kekuatan kepada mereka agar selalu menjalani jalan-jalan Tuhan, sekalipun mereka harus mengalami godaan nilai-nilai kehidupan yang palsu yang memenuhi dunia kami sekarang ini.  Biarlah mereka ikut menikmati segala sukacita kehidupan abadi.  Amin.

 

Doa untuk ketenangan dalam keadaan Malang

O Santa Monika yang luhur, engkau telah menerima kebahagiaan karena setelah kehidupan yang penuh kesedihan serta doa-doa yang penuh air mata; akhirnya engkau mengalami pertobatan dari suami dan putera engkau.

setelah puteramu, Agustinus, kembali kepada imannya, engkau berkata : Allah telah mengabulkan ini kepadaku dengan kelimpahan.  Apalagi yang harus kukerjakan disini! Beberapa hari kemudian engkau meninggal dunia dengan bahagia, damai dengan Allah dan dunia-Nya.

Berilah kami damai yang sama serta kepasrahan dalam kehendak Allah.  Supaya kita hidup dalam ketenangan dan sukacita.  Kembali kepada rumah surgawi kita, sadar dan yakin akan keselamatan abadi. Amin.

 

Doa ucapan syukur

Santa Monika yang baik dan lembut hati, kami berpaling kepadamu dengan rasa berterimakasih untuk pengantaraanmu yang ampuh.  Kami yakin, bahwa dengan bantuan engkau itu, Tuhan yang terkasih akan mengabulkan permohonan kami dengan yang terbaik bagi kami dan anak-anak kami.

Sambil kami berterima kasih dengan hati yang tulus, dengan rendah hati kami mohon agar engkau melanjutkan bantuanmu sebagai pengantar keluarga kami dengan Tuhan, dalam kebutuhan kami yang spiritual maupun yang duniawi.  Ilhamilah kami selalu supaya kami menerima kehendak Allah di dalam segala hal. Amin.

  ————— 000 —————

Sumber: https://www.catholic.org/

http://www.hkytegal.org/2011/10/santa-monica-teladan-para-ibu.html

https://kumpulandoakatolik.wordpress.com/

 

 

 

 

 

 

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Peringatan Diangkatnya Santa Perawan Maria ke Surga

Tanggal 15 Agustus ini, umat Katolik dan banyak umat Kristen lainnya merayakan pesta Diangkatnya Santa Perawan Maria ke Surga. Hari raya yang penting ini mengingatkan kepergian rohani dan fisik ibu Yesus Kristus dari bumi, ketika jiwa dan tubuhnya dibawa ke hadirat Allah.

“bulan di bawah kakinya, dan di atas kepalanya sebuah mahkota dari dua belas bintang.”

“bulan di bawah kakinya, dan di atas kepalanya sebuah mahkota dari dua belas bintang.”

Pada tanggal 1 November 1950, Paus Pius XII mendefinisikan secara formal Pengangkatan Maria ke Surga menjadi sebuah dogma iman: “Kami menyatakan, mendeklarasikan dan mendefinisikannya sebagai dogma yang diwahyukan secara ilahi bahwa Bunda Allah yang tak bernoda, Perawan Maria yang kekal, telah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, dan terangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi.” Paus memproklamirkan dogma ini setelah melalui konsultasi luas dengan para uskup, teolog, dan awam. Apa yang dinyatakan dengan sungguh-sungguh oleh paus sudah menjadi kepercayaan umum di Gereja Katolik, meski waktu itu ada beberapa suara yang tidak setuju.

Homili tentang Terangkatnya Maria ke Surga bisa kita telusuri kembali ke abad keenam. Pada abad-abad berikutnya, Gereja-Gereja Timur berpegang teguh pada doktrin tersebut, walaupun beberapa penulis di Barat ragu-ragu. Namun pada abad ke-13 ada kesepakatan universal. Pesta itu dirayakan dengan berbagai nama yang berbeda-beda: Peringatan, Tertidur Nya, Berpulang, Diangkat ke Surga - setidaknya dari abad kelima atau keenam. Sekarang dirayakan sebagai kekhidmatan.


Meskipun pengangkatan tubuh Maria tidak secara eksplisit dicatat dalam Kitab Suci, namun dalam Wahyu 12 ada tertulis tentang seorang wanita yang terjebak dalam pertempuran antara yang baik dan yang jahat. Tradisi Katolik mengidentifikasi Dia dengan "wanita berselubung matahari". Perikop itu menyebut penampakan wanita itu sebagai “suatu tanda besar” yang “muncul di surga,” menunjukkan bahwa dia adalah ibu dari Mesias Yahudi dan memiliki “bulan di bawah kakinya, dan di atas kepalanya sebuah mahkota dari dua belas bintang.” Dengan demikian, ikonografi Katolik tradisi Barat sering menggambarkan pengangkatan Perawan Maria ke surga dengan cara ini.


Selanjutnya, dalam 1 Korintus 15:20, Paulus berbicara tentang kebangkitan Kristus sebagai buah sulung dari mereka yang telah tertidur.

Karena Maria terkait erat dengan semua misteri kehidupan Yesus, tidak mengherankan bahwa Roh Kudus telah memimpin Gereja untuk percaya akan bagian Maria dalam pemuliaan-Nya. Begitu dekat dia dengan Yesus di bumi, dia pasti bersamanya dengan tubuh dan jiwanya di surga.

 Orang Kristen Timur juga secara tradisional menganggap pengangkatan Maria ke surga sebagai komponen penting dari iman mereka. Pius XII mengutip beberapa teks liturgi Bizantium awal, serta teolog Kristen Arab abad kedelapan St. John dari Damaskus, dalam definisi otoritatifnya sendiri tentang asumsinya.

“Itu adalah sebuah kepantasan,” tulis St. Yohanes dari Damaskus dalam sebuah khotbah dengan asumsi, “bahwa Dia, yang telah menjaga keperawanannya tetap utuh saat melahirkan, harus menjaga tubuhnya sendiri bebas dari semua kerusakan bahkan setelah kematian,” dan “bahwa dia, yang telah menggendong Sang Pencipta sebagai seorang anak di dadanya, harus berdiam di dalam tabernakel Ilahi.”

 

Dalam tradisi Kristen Timur, pesta yang sama dirayakan pada tanggal kalender yang sama, meskipun biasanya dikenal sebagai Tertidurnya Maria (tertidur). Perayaan Dormition Katolik Timur didahului dengan periode puasa dua minggu yang mirip dengan Prapaskah. Pius XII, dalam “Munificentissimus Deus,” menyebutkan periode puasa yang sama ini sebagai milik warisan tradisional Kristen Barat juga.


Hari Raya Diangkatnya Maria ke Surga selalu merupakan Hari Suci Kewajiban bagi umat Katolik Roma dan ritus Timur, di mana mereka diwajibkan untuk menghadiri Misa atau Liturgi Ilahi.

 

Sumber :
https://www.catholicnewsagency.com/saint/the-assumption-561

https://www.franciscanmedia.org/saint-of-the-day/assumption-of-the-blessed-virgin-mary



Read More
Apa dan Siapa Redaksi E-Bulletin Apa dan Siapa Redaksi E-Bulletin

Simon Soekarno: Pengabdian dan Pelayanan adalah Salib yang dipanggulnya.

 Oleh Agem Rahardjo

 

 

konjen.jpg

Siapa mengira Warga Katolik Indonesia California Utara, WKICU bakal ketambahan umat yang menjabat sebagai Consul General of the  Republic of Indonesia?

Dalam suatu kata sambutan misa Natal WKICU tahun 2019, di depan ratusan umat yang hadir di gereja St. Justin, Santa Clara saya mengatakan bahwa kita telah diberkati dengan kehadiran umat baru di tengah-tengah kita yang menjabat sebagai Konsul Jenderal. Di hadapan beliau, istri dan kedua anak lelakinya yang duduk di deretan depan saya mengatakan dengan jelas bahwa siapapun, orang Indonesia yang beragama Katolik dan tinggal di Bay area adalah umat WKICU.

Bapak Konjen, istri beserta kedua anak lelakinya tersenyum serba salah. Para tante melirik cengar-cengir kearah keluarga konsulat itu.

“Yang membuat peraturan ini bukan saya loh, Pak. Ini sudah ada dalam AD/ART WKICU,” kata saya dengan serius saat itu. “Bapak tidak bisa menolak... sayapun tidak punya pilihan,” sambung saya lagi disusul tawa membahana umat yang hadir.

***

Untuk terbitan ebulletin kita kali ini, dalam rangka Hari Kemerdekaan Indonesia ke 76 yang kita rayakan tanggal 17 Agustus nanti, kami mengundang Pak Simon Soekarno wawancara melalui zoom. Kami ingin mengaitkan antara jabatan beliau sebagai  seorang Konsul Jenderal Republik Indonesia, seseorang yang besar dalam didikan keluarga Katolik dan bagaimana tantangan tugasnya melayani dan menjalin ikatan kebangsaan orang-orang Indonesia di Amerika.

Sebelum menuliskan hasil bincang-bincang ini, ada satu kesan mendalam yang ingin saya sampaikan. Pertama kali bertemu dengan Pak Simon, beliau pernah menyodorkan kartu namanya kepada saya dan mengatakan bahwa jangan sungkan untuk menghubungi beliau jika ada keperluan. Waktu itu saya hanya mengangguk dan mengucapkan terima kasih atas tawaran itu. Tidak terpikir untuk menelpon langsung Bapak Konsul Jenderal Republik Indonesia jika ada keperluan pribadi atau keperluan WKICU lainnya. Saya merasa lebih nyaman menghubungi pegawai konsulat yang ada, begitu kira-kira pikiran saya. Sampai suatu ketika ada salah satu umat WKICU yang meninggal dunia dan pihak keluarganya berencana meminta jenazahnya dibawa pulang karena ingin dimakamkan di Indonesia, atau paling tidak berharap bisa membawa abu jenazahnya saja. Kelabakan juga mendapat kabar ini. Bagaimana mengurusnya? Hanya satu yang terpikir untuk menanyakan soal itu….saya segera meraih telpon genggam untuk mencari nomor telpon KJRI SF lewat mbah google, dan entah mengapa tiba-tiba saja teringat dengan tawaran Pak Simon agar segera menelponnya jika ada sesuatu yang penting dan perlu dibantu. Saya ambil kartu nama yang terselip di dompet, memasukkan nama dan nomor telpon beliau ke telpon genggam saya. Sambil menimbang-nimbang dengan perasaan sungkan akhirnya saya memutuskan menghubungi beliau langsung. Saat itu kebetulan hari kerja dan menjelang makan siang. Karena tidak ingin mengganggu, maka saya putuskan mengirim pesan saja. Pesannya pun singkat, hanya berisi maksud keperluan serta menanyakan kapan waktu terbaik untuk bisa bicara lewat telpon.

Tak lama kemudian telpon genggam saya berdering. Muncul sebuah tulisan di layar

——-Simon Soekarno Konjen SF, memanggil…——-

Hari itu, melalui telpon beliau membantu saya dengan penjelasan rinci, kemudian memberikan beberapa nomor telpon orang-orang yang dapat dihubungi untuk segala urusan keperluan itu. Yang mengejutkan, belum sempat saya menelpon orang-orang itu, mereka telah lebih dulu menelpon saya, menanyakan masalah dan menawarkan bantuannya. Rupanya setelah bicara di telpon dengan saya, Pak Simon langsung menghubungi dan menyarankan orang-orang tadi untuk segera menghubungi saya. Bagi beliau ini soal penting dan saya perlu segera dibantu.

Begitulah Pak Simon melayani masyarakat Indonesia yang butuh bantuannya. Cepat tanggap dan sangat peduli. Beliau akan memberikan seluruh kemampuan dan bala bantuan yang ada untuk berjalan bersama kita sampai segalanya selesai tuntas. Masih banyak lagi pengalaman saya sehubungan dengan bantuan yang diberikan oleh Pak Simon. Sayangnya, halaman ebulletin kita ini membatasi saya untuk menulis panjang lebar.

Simon Djatwoko Irwantoro Soekarno SH. MA, yang disingkat Simon Soekarno dan akrab disapa Pak Simon sudah menjabat Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk San Francisco sejak 1 Maret, 2019. Lulusan University of Kent (Canterburry, England) dan Universitas Atma Jaya, Jakarta yang  telah didaulat sebagai umat WKICU ini juga pernah menjabat sebagai Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk Los Angeles (September 2017 sampai Februari 2019).  Lahir dari keluarga diplomat beragama Katolik yang selalu berpindah dari satu negara ke negara lain, dan melihat bagaimana sang Ayah,  Among Soekarno, melayani masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri dengan semangat dan bekerja sepenuh hati memuluskan hubungan diplomatik antar Indonesia dengan negara tempat beliau bertugas telah membekaskan kenangan yang membulatkan tekad Simon Soekarno kecil untuk mengikuti jejak sang Ayah, meskipun sang Ayah sendiri tidak menghendaki dirinya menjadi seorang diplomat oleh karena kakak laki-lakinya yang tertua dan yang ketiga sudah lebih dulu menjadi diplomat.

Sang Ibu, Sri Hartati Soekarno selalu setia mendampingi suami dan keluarga. Beliau adalah sosok Ibu yang sangat penting dalam memberikan teladan kepada anak-anaknya. Terutama tentang nilai-nilai hidup. Simon Soekarno, anak ke enam dari tujuh bersaudara ini menjadi lebih paham arti kata “melayani” dari sang Ibu.

Konjenfamily.jpg

Ebulletin: Sebagai seorang Katolik, Bagaimana Pak Simon melihat peran bapak sebagai abdi Negara?

“Kalau boleh dibilang, saya mendapat banyak pengaruh dari kedua orangtua saya terutama dari Ibu saya. Beliau selalu mengatakan, jika memberikan pelayanan dan membantu kepada seseorang tidak boleh melihat pamrih. Jangan karena mengharapkan sesuatu. Melayani dan membantu orang itu harus rela sepenuh hati. Tuhan Yesus datang ke dunia ini adalah sebagai pelayan, bukan untuk dilayani. Dan sesungguhnya tugas seorang diplomat dan perwakilannya seperti saya ini adalah pelayan masyarakat yang harus mau melayani,” jelasnya dengan mantab.

Ebulletin: Bagaimana keyakinan itu juga menumbuhkan rasa cinta terhadap Negara?

“Seperti apa yang Ibu saya pesankan kepada saya, jika melayani sesama harus dengan sepenuh hati, tanpa pamrih. Menurut saya, kita tidak akan mampu melayani dengan sepenuh hati tanpa mencintai. Sebagai abdi negara sudah seharusnya saya mencintai bangsa kita. Begitu juga seharusnya dengan orang Indonesia yang berada di sini. Cintailah bangsa kita dengan sepenuh hati, yang berarti mencintai tanpa pamrih juga tentunya” jelasnya dengan wajah berbinar.

Ebulletin: Apa pendapat Bapak mengenai orang Indonesia yang saat ini berada di Amerika, yang barangkali keberadaan mereka di sini karena mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan yang pernah terjadi di Indonesia?

  “Kita tidak bisa merubah atau melupakan apa yang terjadi, namun kita bisa mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut dan melangkah kedepan untuk membuat perbaikan-perbaikan. Namun saya melihat juga bahwa banyak sekali yang datang ke Amerika ini untuk sekolah dan untuk bekerja, yang intinya untuk membantu keluarga mereka di Indonesia dan juga untuk mendapatkan kesempatan hidup lebih baik, bekerja lebih baik, dan lain-lain. Saya tidak pernah meragukan rasa cinta tanah air kepada teman-teman orang Indonesia di sini, sekalipun mereka sudah menjadi warga negara Amerika. Darah daging mereka masih kental sekali merah putihnya. Kenyataannya bahwa Indonesia memang adalah tempat lahir mereka, negara mereka dan sanak keluarga mereka masih ada di Indonesia,” jawab beliau yakin.

“Kejadian atau peristiwa yang tidak menyenangkan seperti katakanlah peristiwa tahun 1998, yang banyak dialami oleh teman-teman di sini, telah menimbulkan semacam perasaan yang susah mereka lupakan. Kita semua bertanya mengapa kok bisa begitu? Peristiwa dan kejadian itu membuat kita semua susah dan mengalami ketakutan. Pada saat kejadian itu saya berada di Indonesia, dan istri saya sedang melahirkan anak pertama saya di sebuah rumah sakit di Jakarta. Saya mendengar kabar bahwa ada serombongan orang datang ke arah rumah sakit dan mereka merusak segala sesuatu yang dilewati. Saya sangat khawatir sekali dan memutuskan untuk membawa pulang istri dan anak saya meskipun dokter menyarankan anak saya untuk tinggal karena keadaannya yang masih kuning (trombosit tinggi), perlu perawatan. Saya memaksa dan akhirnya harus menandatangani beberapa perjanjian dimana rumah sakit dan dokter menyatakan tidak akan bertanggung jawab jika terjadi apa-apa karena saya bersikeras membawa pulang anak saya. Waktu itu saya harus mengambil keputusan dan harus menanggung sendiri akibat jika terjadi apa-apa terhadap anak saya. Di situlah saya mengerti sekali bagaimana perasaan mereka, karena saya juga mengalaminya” kenang Pak Simon.

***

Konsul Jenderal yang selain menguasai bahasa Inggris juga fasih berbahasa Jerman dan Spanyol ini kemudian menjelaskan panjang lebar mengenai tugas dan wewenang diplomat serta perwakilannya di luar negri. Tugas utamanya itu adalah membina hubungan baik antar negara. Oleh karena pengembangan hubungan dagang yang perlu mendapat banyak perhatian maka dibutuhkan satu perwakilan Konsulat Jenderal di luar Kedutaan Besar yang ada di Ibu Kota. Alasan lain adalah karena banyaknya warga negara yang perlu dijaga, yang perlu diperhatikan dan layani. Beliau juga menekankan tentang salah satu pasal penting politik luar negri Indonesia yang isinya; Perlindungan terhadap warga negara, yang dalam undang-undang dinyatakan bahwa negara wajib melakukan perlindungan dan pelayanan kepada warga negara Indonesia yang berada di luar negri.

“Terlepas mereka itu sudah menjadi warga negara asing, sudah punya ijin tinggal (green card) atau bahkan yang berada di suatu negara tanpa surat-surat resmi. Kita wajib melindungi mereka semua tanpa terkecuali. Kita tidak melihat status keberadaan mereka di sini. Itu bukan urusan kita. Tugas kita hanya melindungi dan melayani. Banyak warga dan orang Indonesia yang kurang mengerti. Mereka takut berhubungan dengan KJRI karena status mereka, misalnya.”

  “Saya ingin semua warga di sini mengerti dan tidak ingin KJRI itu kelihatan angker. Orang-orang tidak mau datang atau enggan berhubungan dengan KJRI. Saya ingin meyakinkan kepada warga bahwa KJRI itu rumah masyarakat Indonesia di sini. Itu rumah mereka, pintu selalu terbuka. Saya juga menghimbau kepada rekan-rekan kerja di KJRI untuk selalu membantu memberikan pelayanan terbaik kepada mereka. Jika permintaan bantuan itu diluar kemampuan tugas kami, kita akan mencoba mencarikan jalan,” lanjut Pak Simon.

Ebulletin: Sehubungan dengan menanamkan rasa cinta dan akar kebangsaan kepada warga Indonesia di Amerika ini apa yang telah dilakukan KJRI?

“Kepada teman-teman yang mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan dan membuat mereka takut atas kejadian-kejadian di Indonesia. Kita memang tidak bisa melupakan atau merubah apa yang pernah terjadi. Marilah kita bersama-sama melihat kedepan dan mendukung apa yang sudah dilakukan pemerintah, dalam hal ini adalah langkah-langkah perbaikan menata masa depan bangsa. Pemerintah kita berjuang keras untuk membuat keadaan menjadi lebih baik, dan kita perlu mendukung usaha baik itu. Pelayanan akan kami maksimalkan dengan merangkul dan mendukung sebanyak mungkin segala kegiatan, baik itu kelompok agama maupun kelompok masyarakat. Kami juga telah membangun Ikatan Diaspora Indonesia yang diharapkan mampu menyambung ikatan kebangsaan itu,” ujarnya.

***

Lahir di Jakarta pada tanggal 28 Oktober, 1966 dan sejak kecil sudah mengikuti orangtuanya bertugas di luar negri. Simon Soekarno memiliki kedekatan tersendiri dengan sang Ibu, Sri Hartati Soekarno. Beliau adalah orang yang selalu hadir merawat dan membimbing anak-anaknya di saat sang ayah bertugas. Nasihat dan petuah-petuah tentang hidup yang diajarkan beliau tertanam kuat di hati Simon Soekarno hingga saat ini. Suami dari Anastasia Eveline Anggraini ini juga begitu yakin bahwa sang Ibu sangat mendukung jalan hidupnya menjadi seorang diplomat.

“Penugasan awal sangat berat bagi saya, itu sekitar tahun 1997. Waktu itu bulan Desember. Saya ditugaskan ke Chile, Santiago. Sebelum saya berangkat, Ibu saya masuk rumah sakit dan dalam keadaan koma karena cancer. Bingung dan berat sekali rasanya meninggalkan beliau. Saya pasrah dan berdoa kepada Tuhan untuk memberikan yang terbaik….entah bagaimana Ibu saya kemudian sadar dan sehat kembali. Seperti tidak terjadi apa-apa, beliau kemudian memanggil saya dan mengatakan; Kamu berangkat. Jangan menunda….melihat Ibu sudah sehat, yah saya berangkat. Baru dua hari sampai di Chile saya mendapat telpon yang mengabarkan Ibu saya koma lagi dan saya disarankan untuk segera pulang. Belum ada seminggu saya di Chile dan waktu itu menjelang Natal,” kisah Pak Simon.

Ayah dari Jason Alexander Pratama Soekarno dan Diego Dwiputranto Soekarno kemudian menarik nafas sejenak sebelum melanjutkan kisahnya.

“Tuhan itu baik sekali …dari Santiago, Chile yang sangat jauh perjalanannya, kira-kira sekitar dua hari tempuh, dan saat itu juga menjelang Natal, saya dikasih jalan dengan gampang sekali mendapat tiket pesawat dan saya mendapatkan upgrade. Saya segera pulang ke Jakarta dan langsung menuju rumah sakit. Begitu sampai ruang perawatan Ibu saya yang sedang terbaring koma, saya pegang kaki Ibu dan bilang; saya sudah datang…,”suara pak Simon tiba-tiba bergetar. Kenangan terakhirnya bersama sang Ibu di ruang ICU rumah sakit itu tak urung membuat obrolan kami terhenti sejenak.

“Saya pegang kaki Ibu sambil mengatakan; Ibu, saya sudah datang... selesai saya mengatakan itu… denyut jantung pada alat perekam detak jantung Ibu langsung garis lurus… Rupanya, Ibu menunggu saya datang sebelum beliau pergi untuk selamanya,” lanjut Pak Simon sambil tak kuasa menahan air matanya.

“Itulah mengapa penugasan pertama saya menjadi sangat berat. Tetapi sekaligus juga saya merasakan sekali penyertaan Tuhan di dalam hidup saya,” katanya dengan suara masih bergetar haru.

 

***

Sebelum mengakhiri wawancara, Pak Konjen Simon menyampaikan bahwa mengingat KJRI tidak mungkin bisa menjangkau seluruh masyarakat atau diaspora Indonesia yang berada di delapan (8) negara bagian yang dilayani KJRI San Francisco diantaranya, Alaska, Northern California, Northen Nevada, Idaho, Montana, Oregon, Washington, dan Wyoming. Maka dengan sangat Pak Simon mengharapkan agar masyarakat Indonesia bisa mem-follow media sosial KJRI San Francisco ( Facebook, Instagram dan Twitter), karena melalui sarana media sosial tersebut, KJRI menyebarkan imbauan-imbauan dan penjelasan berita terkini, dimana saat ini keadaan di Amerika dan khususnya di Indonesia sedang menghadapi pandemi covid-19 serta juga meningkatnya Asian Hate Crime yang terjadi di Amerika Serikat.

** Photo: kumpulan photo pribadi Simon Soekarno.

 

Read More
Senyum itu Sehat Eliza Kertayasa Senyum itu Sehat Eliza Kertayasa

Pak JAYA dan Pak AGUS

manwflag.jpg

Pak Jaya adalah tetangga Pak Agus...

tapi mereka tak pernah rukun.

Pak Agus merasa, Pak Jaya adalah saingannya.

Jika Pak Jaya beli sepeda baru, Pak Agus tidak mau kalah.

Dia beli sepeda baru juga.

Menjelang lebaran kemarin, rumah Pak Jaya dicat merah. Besoknya, Pak Agus mengecat rumahnya dengan warna merah juga.

Dalam rangka merayakan HUT RI ke 76, Pak Jaya memasang spanduk di depan rumah bertulisan, "INDONESIA TETAP JAYA"

Hati Pak Agus langsung panas.

Dia memasang spanduk juga dengan tulisan, "INDONESIA TETAP AGUS"

MERDEKA...!!!

Read More
Video WKICU Admin Video WKICU Admin

In Remembrance of Dr. Hok Kan Lim

The legend has left all of us! Om Hok Kan’s passing has brought not only sadness, but also has touched our conscience for us to continue his legacy. The biggest question is “Can we spare a little bit of time to nurture and build his dream?” If WKICU is an organization of people who believe in Jesus, it should be clear that the duty to nurture and expand his legacy is all of our calling. Sacrificing a little time, creativity, and energy in the name of our Lord, Jesus Christ is a real act in carrying the cross. It is exactly like what Om Hok Kan wished for after his passing, along with what Lord Jesus wanted from his death.

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Maria Magdalena

Santa Maria Magdalena adalah salah satu santa terbesar dalam Alkitab dan menjadi contoh legendaris akan belas kasihan dan kasih karunia Allah.

Siapakah Santa Maria Magdalena? Ada banyak pernyataan yang kontroversial tentang sosok ‘Maria Magdalena’. Mari kita melihat bagaimana pandangan Gereja Katolik tentang ini, dan membandingkannya dengan pandangan lain dari luar Gereja Katolik.

MM.jpeg

Gereja Katolik

Hari Raya: 22 Juli

Pelindung: Santa untuk kehidupan kontemplatif, mualaf, penata rambut, pendosa yang bertobat, orang-orang yang diejek karena kesalehan mereka, apoteker, godaan seksual, wanita pada umumnya.

Santa Maria Magdalena adalah salah satu santa terbesar dalam Alkitab dan menjadi contoh legendaris akan belas kasihan dan kasih karunia Allah. Tanggal pasti kelahiran dan kematiannya tidak diketahui, tetapi kita tahu bahwa dia hadir bersama Kristus selama pelayanan publik, di saat kematian Kristus dan kebangkitan-Nya. Namanya disebut sedikitnya 12 kali dalam Injil.

Maria Magdalena telah lama dianggap sebagai pelacur atau tidak bermoral dalam kehidupannya, tetapi paham ini tidak didukung dalam kitab suci. Dia diyakini sebagai seorang seorang wanita Yahudi yang hidup di antara orang-orang bukan Yahudi, hidup layaknya seperti mereka.

Injil setuju bahwa Maria pada mulanya adalah seorang pendosa besar. Ketika Yesus bertemu dengannya, Yesus mengusir tujuh setan keluar darinya. Setelah peritiwa itu, Maria memberi tahu teman-teman wanitanya, dan wanita-wanita ini kemudian juga menjadi pengikut Yesus.

Ada perdebatan apakah Maria Magdalena yang itu adalah sosok yang sama dengan seorang wanita pendosa yang namanya tidak disebutkan, yang menangis dan membasuh kaki Yesus dengan rambutnya seperti yang ditulis dalam Injil Yohanes. Para ahli Alkitab skeptis bahwa ini adalah orang yang sama.

Namun terlepas dari perdebatan tentang latar belakangnya, perubahan apa yang terjadi dalam kehidupannya setelah bertemu Yesus, adalah jauh lebih penting. Dia adalah seorang berdosa yang diselamatkan oleh Yesus, dan ini menjadi bukti bahwa tidak seorangpun luput dari rahmat dan belas kasih Allah.

Selama kehidupan pelayanan Yesus, diyakini bahwa Maria Magdalena (Maria) mengikuti Yesus, dan menjadi bagian dari rombongan yang melayani Yesus dan murid-muridnya.

Maria kemungkinan besar menyaksikan penyaliban dari kejauhan bersama dengan para wanita lain yang mengikuti Kristus selama pelayanan-Nya. Maria hadir ketika Kristus bangkit dari kematian, mengunjungi makam-Nya untuk mengurapi tubuh-Nya namun ternyata menemukan batu makam yang sudah terguling dan melihat Yesus yang hidup. Dia adalah saksi pertama akan kebangkitan Yesus.

Setelah kematian Kristus, sebuah legenda menyatakan bahwa Maria Magdalena tetap berada di antara orang-orang Kristen awal. Setelah empat belas tahun, dia diduga diseberangkan dalam sebuah perahu oleh orang-orang Yahudi, bersama dengan beberapa orang suci lainnya dari Gereja mula-mula, dan terombang-ambing tanpa layar atau dayung. Perahu itu mendarat di Prancis selatan, di mana dia menghabiskan tahun-tahun sisa hidupnya hidup dalam kesendirian, di sebuah gua.


Menurut Injil

Maria Magdalena, kadang-kadang disebut Maria Magdala, atau hanya Magdalena atau Madeleine, adalah seorang wanita yang, menurut empat Injil, bepergian dengan Yesus sebagai salah satu pengikutnya dan menjadi saksi penyaliban-Nya dan sesudahnya. Dia disebutkan namanya dua belas kali dalam Injil, lebih dari kebanyakan rasul dan lebih dari wanita lain dalam Injil, selain keluarga Yesus sendiri. Julukan Maria Magdalena mungkin berarti bahwa dia berasal dari kota Magdala, sebuah kota nelayan di pantai barat Laut Galilea di Yudea Romawi.

Injil Lukas 8:2–3 mencantumkan Maria Magdalena sebagai salah satu wanita yang bepergian bersama Yesus dan membantu mendukung pelayanannya "di luar sumber daya mereka", menunjukkan bahwa dia mungkin relatif kaya. Bagian yang sama juga menyatakan bahwa tujuh setan telah diusir keluar darinya, sebuah pernyataan yang diulangi dalam Markus 16. Dalam keempat Injil kanonik, Maria Magdalena adalah saksi penyaliban Yesus dan, dalam Injil Sinoptik, dia juga hadir di pemakamannya. Keempat Injil mengidentifikasi dia, baik sendiri atau sebagai anggota dari kelompok wanita yang lebih besar yang mencakup ibu Yesus, sebagai yang pertama menyaksikan kubur yang kosong, dan yang pertama menyaksikan kebangkitan Yesus.

Karena alasan ini, Maria Magdalena dikenal dalam beberapa tradisi Kristiani sebagai "Rasul bagi para rasul".

Penafsiran Lainnya

Maria Magdalena menjadi tokoh sentral dalam tulisan-tulisan Kristen Gnostik termasuk Dialog Juru Selamat, Pistis Sophia, Injil Thomas, Injil Filipus, dan Injil Maria. Teks-teks ini menggambarkan Maria Magdalena sebagai rasul, sebagai murid Yesus yang paling dekat dan paling dikasihi dan satu-satunya yang benar-benar memahami ajarannya. Dalam teks-teks Gnostik, atau Injil Gnostik, kedekatan Maria Magdalena dengan Yesus mengakibatkan ketegangan dengan Petrus, karena kecemburuan Petrus terhadap ajaran-ajaran khusus yang diberikan kepadanya. Beberapa fiksi menggambarkannya sebagai istri Yesus.

Penggambaran Maria Magdalena sebagai pelacur dimulai setelah serangkaian khotbah Paskah yang disampaikan pada tahun 591 ketika Paus Gregorius I menggabungkan Maria Magdalena, yang diperkenalkan dalam Lukas 8:2, dengan Maria dari Betania (Lukas 10:39) dan "pendosa" yang tidak disebutkan namanya. “Perempuan" yang mengurapi kaki Yesus dalam Lukas 7:36-50. Hal ini mengakibatkan kepercayaan luas bahwa dia adalah seorang pelacur yang bertobat atau wanita bebas. Legenda abad pertengahan yang rumit dari Eropa Barat menceritakan kisah berlebihan tentang kekayaan dan kecantikan Maria Magdalena, serta dugaan perjalanannya ke Prancis selatan. Identifikasi Maria Magdalena dengan Maria dari Betania dan "wanita berdosa" yang tidak disebutkan namanya adalah kontroversi besar pada tahun-tahun menjelang Reformasi dan beberapa pemimpin Protestan menolaknya. Selama Kontra-Reformasi, Gereja Katolik menekankan Maria Magdalena sebagai simbol penebusan dosa.

Penetapan

Pada tahun 1969, identifikasi Maria Magdalena dengan Maria dari Betania dan "wanita berdosa" telah dihapus dari Kalender Umum Romawi oleh Paus Paulus VI, tetapi pandangannya sebagai mantan pelacur telah bertahan dalam budaya populer.

Maria Magdalena dianggap sebagai orang suci oleh gereja Katolik, Ortodoks Timur, Anglikan, dan Lutheran. Pada tahun 2016 Paus Fransiskus menaikkan tingkat kalendar liturgis pada tanggal 22 Juli dari hari ‘peringatan’ ke ‘pesta’, dan Maria Magdalena disebut sebagai "Rasul para rasul". Gereja-gereja Protestan lainnya menghormatinya sebagai pahlawan iman. Gereja-gereja Ortodoks Timur juga memperingatinya pada hari ‘Minggu Pembawa Mur’, peringatan yang setara dengan dengan salah satu tradisi dunia Barat sebagai hari ‘Tiga Maria’.


Terjemahan dan saduran bebas dari Catholic Online : https://www.catholic.org/saints/saint.php?saint_id=83

Read More
Apa dan Siapa WKICU Admin Apa dan Siapa WKICU Admin

Sang Legenda Telah Pergi

Selamat jalan kepada sang legenda…

sanglegenda.jpg

Ditulis oleh Agem

Penggagas dan pendiri komunitas kita tercinta telah pergi. Tak sempat meninggalkan pesan apapun. Seperti juga sinar mentari yang muncul di pagi pertama. Seperti hujan yang tercurah membasahi tanah penuh bunga dan pohon-pohon…..semua dapat seketika saja berlalu, pergi terganti gelapnya malam atau terbawa oleh angin tanpa kita sadari.


Dr. Hok Kan Lim, penggagas dan pendiri WKICU yang ramah, baik hati dan murah senyum telah pergi meninggalkan kita semua. Sosok yang akrab kita panggil Om Hok Kan ini adalah orang yang akan selalu menjadi buah bibir. Keberhasilannya menyatukan umat Katolik Indonesia di Bay Area telah menggoreskan sesuatu yang sangat menyentuh hati, sesuatu yang memiliki kesan mendalam. Waktu memang dapat berlalu begitu saja dengan cepat tetapi sesuatu yang memiliki kesan mendalam selalu menimbulkan kenangan tak terlupa sepanjang masa. Om Hok Kan telah meninggalkan harta waris paling berharga, sebuah legacy bersejarah….. Ini sekaligus adalah sebuah monument jati diri beliau yang akan selalu hidup dalam komunitas WKICU, dan juga di hati setiap umat yang bernaung di dalamnya.

hokkan_1corinthians2-9.jpg


Dr. Hok Kan Lim telah berpulang ke rumah Bapa di Surga pada hari Minggu tanggal 20 Juni 2021. Pukul 11:15 malam beliau menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang dan damai di rumah sakit. Tak ada kata duka cita yang mampu meng-ekspresikan perasaan kita semua….hanya doa dan permohonan kepada Allah maha pengampun agar jiwa beliau diterima dan ditempatkan dalam kerajaanNya.

Mengenal Om Hok Kan adalah berkat bagi kita semua. Tanpa beliau mungkin kita semua tidak dapat berkumpul menghadiri misa Indonesia yang dipimpin romo Indonesia, dan belum tentu juga bisa menikmati makanan Indonesia sambil bercengkerama setiap selesai misa. Sebagai pendiri dan pelopor terbentuknya Warga Katolik Indonesia, WKICU, kita juga mendengar tentang peran serta beliau dan istrinya, tante Grace yang dengan perjuangan keras membangun dan menumbuhkan organisasi ini (tante Grace sempat turun tangan sebagai ketua WKICU selama 2 periode, 1997-2001) . Juga karena keseriusan dan kecintaan terhadap WKICU, setelah kematian tante Grace istri tercintanya itu beliau memberikan sejumlah dana tunai ke dalam kas WKICU sebagai pendorong kegiatan. Dengan kata lain, Om Hok Kan ini benar-benar seorang pendiri yang sangat perduli dan memahami betul bahwa untuk menjaga komunitas dapat terus tumbuh besar selain melalui persaudaraan, kita juga perlu dukungan dana sebagai pemantik yang jitu untuk menyalakan api.

Dr. Hok Kan Lim adalah sosok panutan yang tidak bisa diabaikan dalam setiap langkah dan pengambilan keputusan oleh para pengurus WKICU. Sosoknya sederhana, ramah dan selalu perhatian terhadap perkembangan dan kegiatan komunitas. Bersemangat sekali jika diajak membicarakan masa depan WKICU. Pandangan dan pendapat beliau dalam mengarahkan penyelesaian selalu bijaksana….juga sangat generous jika menyangkut soal keuangan. Dan satu hal lagi yang kita semua tahu bahwa di masa tuanya pun beliau masih menyempatkan diri menjadi photographer dan pengumpul dokumentasi yang handal. Banyak dari kita yang selalu diberikan cuma-cuma cetakan photo lengkap dengan kartu ucapan dan buku kalender….photo-photo yang penuh kenangan!


Itulah Om Hok Kan yang kita kenal, yang juga adalah seorang dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Meraih Master of Science dan pernah mengajar sebagai asisten dosen di fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Lahir di Banjarmasin, 23 November, 1934 dan besar di Samarinda, Kalimantan.

family.jpg


Beliau pindah ke Amerika tahun 1966 dan melanjutkan sekolah kedokterannya di UC Berkeley dengan meraih gelar PhD (1967-1970). Kemudian lanjut mengambil gelar MD dari University Of California San Francisco (UCSF) untuk bidang Comparative Pathology. Pathology/Parasitology (1974-1976). Selama tiga belas tahun bekerja di tempatnya bersekolah, UCSF sebagai Associate Research Parasitologist (1966 - 1979), dan enam belas tahun bekerja di rumah sakit sebagai Chief, Pathology Service (1982 - 1998).
Dr. Hok Kan Lim adalah seorang tokoh besar tidak hanya bagi kita umat WKICU. Profesinya sebagai dokter dan aktifnya dalam setiap acara kumpul-kumpul orang Indonesia menjadikan dirinya juga tokoh panutan bagi masyarakat Indonesia di California, khususnya Bay area.

Sang legenda itu telah pergi meninggalkan kita semua….kepergian yang membawa duka sekaligus juga menyentak kesadaran kita, menantang diri kita untuk terus melanjutkan karya dan impian para pendiri WKICU. Pertanyaan besarnya adalah, maukah kita merelakan sedikit waktu dan tenaga kita untuk ikut menjaga dan membangun mimpi beliau? jika WKICU adalah kumpulan orang-orang beriman dalam Yesus, seharusnya menjadi jelas bahwa tugas menjaga dan menumbuhkan itu merupakan panggilan bagi kita semua. Rela mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus adalah sebuah tindakan nyata ikut memanggul salib….seperti apa yang Om Hok Kan harapkan setelah kepergiannya, begitu juga yang Tuhan Yesus inginkan dari kematianNya.

**Photo-photo: kumpulan photo pribadi Hok Kan Lim.


beautifuljourney.jpg
Read More
Tulisan Romo WKICU admin Tulisan Romo WKICU admin

Merenungkan makna Hari Raya Hati Yesus yang Maha Kudus dan Peringatan Hati Tersuci Santa Perawan Maria

Oleh Romo Stefanus Hendrianto, SJ.

Catatan dari Roma:

Mary & Jesus.jpg

Kurang lebih satu tahun yang lalu saya menulis renungan Satu Tahun Tahbisan Imamat saya untuk E-Bulletin WKICU. Dalam renungan itu saya menggunakan sudut cerita peringatan Hari Raya Hati Yesus yang Maha Kudus dan Peringatan Hati Tersuci Santa Perawan Maria untuk merenungkan peringatan tahbisan Imamat saya. Ketika peringatan Dua Tahun Tahbisan Imamat sudah mendekat, saya mendapat kabar bahwa team E-bulletin WKICU kembali meminta saya menulis tentang Hari Raya Hati Yesus yang Maha Kudus dan Peringatan Hati Tersuci Santa Perawan Maria. Terus terang saya terkejut bin kaget mendapat permintaan tersebut. Dalam hati saya berpikir apakah tulisan saya tahun kemarin kurang memadai atau mungkin tidak dibaca, sehingga orang lupa bahwa saya pernah menulis tentang kedua hari penting itu? Daripada berprasangka yang tidak-tidak, saya akhirnya memutuskan untuk kembali menulis tentang kedua hari penting itu dari sudut pandang yang berbeda. Semoga tulisan ini bisa berguna untuk umat WKICU atau siapapun yang membacanya.

Gereja Santa Brigitta

Salah satu kegiatan rutin yang biasa saya lakukan sejak pindah ke Roma empat bulan yang lalu adalah jalan-jalan sore. Pertama, karena fasilitas olah raga belum buka dan kedua sejak saya mengalami cedera kaki, berupa kerusakan tendon pada awal pandemi tahun 2020, saya belum mencoba kembali untuk jogging atau pun lari jarak jauh. Salah satu rute jalan-jalan sore yang saya tempuh adalah jalan kaki menuju Campo de Fiori, yang kalau diterjemahkan berarti “lapangan bunga.” Nama tersebut berasal dari jaman abad pertengahan ketika tempat tersebut merupakan padang rumput yang dipenuhi banyak bunga liar. Saat ini Campo de Fiori sendiri merupakan tempat berkumpul bagi para turis dan anak-anak muda dari penjuru kota Roma.

Saya sendiri pergi ke Campo de Fiori bukan karena ingin nongkrong atau menghabiskan waktu bersama orang banyak. Alasan utama saya berjalan ke sana adalah mengunjungi gereja yang di dekat Campo de Fiori, yaitu Gereja Santa Brigitta. Gereja itu sendiri merupakan bagian dari Biara Bridgettine Sisters. Singkat cerita, Brigettine Sisters atau Ordo Santa Brigitta didirikan oleh Santa Brigitta dari Swedia. Santa Brigitta yang lahir tahun 1303 adalah putri seorang bangsawan dari Swedia. Pada tahun 1316, Brigitta menikah dengan Ulf Gudmarson seorang bangsawan dari keluarga Ulvåsa, yang mana ia memiliki delapan anak, salah satu di antaranya nantinya dikenal sebagai Santa Katarina dari Swedia. Setelah suaminya meninggal pada tahun 1344, Brigitta mengabdikan diri seluruhnya kepada kehidupan spiritual dan menolong orang miskin dan sakit. Pada saat yang sama, Briggita mendapat ide untuk mendirikan Ordo Sang Penyelamat Paling Suci (Order of the Most Holy Savior) yang dikemudian hari dikenal sebagai Ordo Santa Brigitta.

Pada tahun 1350, benua Eropa sedang dilanda pandemi wabah hitam atau Black Death, Brigitta bersama putrinya Catherine dan sejumlah pengikut mereka berangkat ke Roma dengan tujuan mendapatkan pengakuan dari Paus terhadap Ordo yang baru mereka dirikan. Akan tetapi pada saat itu institusi Kepausan sendiri sedang terpecah belah dan Paus sendiri berada di Avignon, di Perancis. Jadilah Brigitta harus menunggu kepulangan Paus ke Roma dan dia pun berusaha meminta Paus kembali ke Roma, bukan semata-mata demi Ordo yang dia dirikan, tapi demi persatuan dalam Gereja Katolik. Setelah menunggu selama bertahun-tahun, baru pada tahun 1370, ketika Paus Urban V kembali ke Roma secara singkat, beliau mengesahkan Peraturan dari Ordo. Brigitta sendiri kemudian menetap di Roma sampai dia meninggal di tahun 1373.

Kompleks biara Ordo Santa Brigitta adalah tempat di mana Santa Brigitta pernah tinggal selama berada di Roma. Gedung Biara itu sendiri dulunya merupakan gedung milik Francesca Papazurri yang merupakan teman dekat Santa Brigitta. Kamar tempat tinggal Santa Brigitta masih ada dan bisa dikunjungi sampai hari ini.

Selama masa penantiannya yang panjang di Roma, Brigitta mengaku dosa setiap hari dan berusaha menolong banyak orang sakit dan miskin. Dia selalu dikenal dengan senyum dan wajahnya yang selalu berseri. Meski demikian tahun-tahun yang dihabiskan oleh Brigitta di Roma tidak jauh dari penderitaan. Masalah utama yang harus dia hadapi adalah kehidupan perekonomian yang morat-marit dan dia harus dikeliling hutang. Pada saat yang sama Brigitta sendiri banyak mendapat kecaman dan tantangan dari usaha dia untuk meminta Paus kembali ke Roma.

Santa Brigita adalah salah seorang yang memperkenalkan devosi terhadap Hati Tersuci Perawan Maria. Devosi itu sendiri sudah mulai pada abad pertengahan, tapi Santa Brigitta adalah salah seorang yang mempraktekkan dan mempopulerkan devosi tersebut. Sebagai seorang ibu, Brigitta mempunya devosi yang kuat kepada Bunda Maria. Bunda Maria telah menjadi sumber pegangan spiritual bagi Brigitta sejak kecil khususnya setelah kematian ibu kandungnya pada saat dia berumur 11 tahun. Brigitta sendiri mendirikan Ordo-nya sebagai penghargaan kepada Bunda Maria dan orang-orang yang mengikuti teladan Bunda Maria. Dedikasi Brigitta kepada Bunda Maria membawa devosi terhadap Hati Tersuci Bunda Maria yang telah berkembang pada abad pertengahan menjadi lebih popular lagi.

Ketika melakukan ziarah ke Jerusalem pada tahun 1372, Brigitta yang ketika itu sudah berumur 70 tahun mendapat pengalaman mistik melihat Bunda Maria yang melahirkan Yesus, sebagai Putra Allah. Devosi Brigitta kepada Bunda Maria selalu diiringi rasa ingin tahu bagaimana pengalaman Maria ketika melahirkan. Penglihatan Ilahi di Jerusalem tersebut menjadi puncak dari pengalaman iman Brigitta dimana misteri inkarnasi dan status Maria sebagai Bunda Allah ditunjukkan ke dia. Pengalaman mistik itu kemudian dia tulis dalam bukunya yang berjudul Revelations.

Terlepas dari pengalaman mistik tersebut, banyak orang mempertanyakan sumbangan Santa Brigitta terhadap devosi Hati Tersuci Perawan Maria. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa Santa Brigitta tidak ada hubungannya dengan devosi Hati Tersuci Perawan Maria. Pertama, pengalaman mistik beliau hanya sebatas melihat Bunda Maria yang melahirkan Yesus dan tidak ada disebut-sebut soal Hati Tersuci Perawan Maria. Kedua, ada banyak tokoh lain yang berjasa dalam mengembangkan devosi Hati Tersuci Perawan Maria.

Santa Brigitta memang bukan orang yang paling berjasa besar atau tokoh utama dalam mempopulerkan devosi Hati Tersuci Bunda Maria. Akan tetapi menurut saya pengalaman iman dan hidup beliau justru menunjukkan makna akan hakiki dari Hati Tersuci Perawan Maria. Makna dari devosi Hati Tersuci Perawan Maria adalah menyatukan diri kita terhadap Bunda Maria dengan mengikuti teladan kehidupan Bunda Maria, termasuk suka dan duka, kebijakan dan kesempurnaan hidup, terlebih lagi kasih dan cintanya kepada Allah Bapa dan Allah Putra dan semua umat manusia.

Selama 20 tahun lebih Santa Brigitta hidup di Roma, dia telah menunjukkan devosi terhadap Hari Tersuci Perawan Maria. Brigitta bertahan di tengah kesulitan dan ketidakpastian hidup di Roma seperti Bunda Maria yang mengikuti putranya ke Golgota dan berdiri di bawah kayu Salib. Di tengah kesulitan hidup, Brigitta tetap menunjukkan kasih nya kepada orang-orang yang miskin dan menderita di Roma. Pada saat yang sama dia tetap menunjukkan kasih yang besar kepada Allah Bapa dan putranya Yesus Kristus.

Pengalaman Santa Brigitta menguatkan saya untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan hidup di Roma. Sama seperti Santa Brigitta, saya tiba di Roma ketika pandemic Covid 19 sedang melanda dunia. Saya juga tiba di Roma ketika situasi Gereja sedang menghadapi banyak masalah, mulai dari skandal pelecehan seksual sampai dengan usaha-usaha untuk mengubah ajaran moral gereja, dan juga pertentangan tentang liturgi di gereja. Akan tetapi, Santa Brigitta mengajak kepada saya bahwa devosi Hati Tersuci Perawan Maria akan menguatkan saya dalam masa-masa sulit dan Bunda Maria akan selalu bersama dalam perjalanan saya.

Jalan-Jalan Sore Berlanjut

Setelah selesai mengunjungi Gereja Santa Brigitta, biasanya saya melanjutkan jalan-jalan sore. Rute yang saya tempuh adalah jalan menuju Castel Sant’Angelo. Setelah menyeberangi Sungai Tiber melalui jembatan Ponte San’Angelo yang penuh dengan patung – patung para malaikat, saya dihadapkan pada dua pilihan, belok ke kiri saya bisa pergi Basilika Santo Petrus atau belok ke kanan menuju sebuah Gereja yang dikenal dengan nama Chiesa Sacro Cuore del Suffragio atau the Church of Sacred Heart of the Suffrage.

Kata suffrage kalau diterjemahkan secara harfiah berarti a vote (hak pilih). Kata “hak pilih” disini berarti adalah permintaan kepada Tuhan; jikalau dalam Pemilihan Umum kita menggunakan hak pilih untuk mendukung seorang calon, dalam konteks kehidupan beriman, kita saling membantu dan mendukung satu sama lain, khususnya bagi para jiwa-jiwa di purgatory. Jadi kita menggunakan “hak pilih” kita dengan mendoakan para jiwa-jiwa di purgatory.

Jikalau kita masuk ke dalam gereja, altar kedua di sebelah kanan di dekasikan Santa Margaret Mary Alacoque. Di atas altar tersebut ada lukisan yang menggambarkan Penampakan Hati Kudus Yesus kepada Santa Margaret Mary Alacoque. Sementara di sebelah kiri, ada lukisan Santa Margaret Mary Alacoque di kelilingi oleh jiwa-jiwa di purgatory. Dan terakhir ada lukisan Santa Margaret Maria Alacoque yang menunjukkan kepada para novice-novice suster cara untuk memuja Hati Kudus Yesus.

Santa Margaret Maria Alacoque adalah seorang Biarawati Katolik asal Perancis anggota Ordo Kunjungan Santa Maria dan dia adalah tokoh utama yang mempromosikan devosi terhadap Hati Kudus Yesus dalam konteks modern. Pada tanggal 27 Desember 1673, Santa Margaret Mary menerima wahyu dari Hati Kudus Yesus. Pada hari tersebut Margaret Mary mengatakan bahwa Jesus memberi kesempatan kepada dia untuk merebahkan kepalanya di Hati Kudus Yesus dan Yesus mengatakan ke dia bahwa tentang keinginan Yesus untuk membuat semua umat manusia tahu tentang cinta Yesus kepada manusia dan Yesus telah memilih Margaret Mary untuk melakukan misi tersebut. Perwahyuan tersebut berlangsung beberapa kali selama 18 bulan. Dalam wahyu yang diberikan secara pribadi itu, Santa Margaret Mary menerima arahan untuk menerima komuni pada setiap hari Jumat pertama setiap bulan, adorasi Sakramen Maha Kudus pada “jam suci”pada hari Kamis dan terakhir adalah Peringatan Hati Kudus Yesus. Margaret Mary kemudian menjadi Direktur Novis dan dia mulai mempopulerkan perayaan Hati Kudus Yesus secara pribadi kepada suster-suster Novis, mulai tahun 1686. Margaret Mary meninggal pada tanggal 17 Oktober 1690.

Setelah Margaret Mary meninggal, devosi terhadap Hati Kudus Yesus mulai dikembangkan oleh para Romo Romo Yesuit dan hal ini sudah saya tuliskan dalam tulisan refleksi satu tahun imamat saya tahun kemarin. Akan tetapi devosi ini sendiri baru secara resmi diakui oleh Gereja pada tahun 1856 ketika Paus Pius IX memasukkan Perayaan Hati Kudus Yesus di dalam calendar Gereja Katolik.

Devosi terhadap Hati Kudus Yesus selalu disandingkan dengan Devosi terhadap Hati Tersuci Perawan Maria. Meski demikian ada perbedaan mendasar dari kedua devosi itu. Devosi terhadap Hati Kudus Yesus ditujukan kepada Hati Yesus yang ingin mencintai semua umat manusia dengan segenap hatiNya. Sementara devosi kepada Hati Tersuci Perawan Maria, ditujukan kepada Hati Bunda Maria yang mencintai Allah Bapa dan Allah Putra. Perbedaan lain yang mendasar adalah devosi kepada Hati Kudus Yesus adalah respon kita terhadap cinta Yesus kepada manusia. Sementara devosi terhadap Hati Tersuci Perawan Maria adalah kita ingin mengikuti teladan Bunda Maria. Tujuan devosi ini adalah menyatukan umat manusia kepada Tuhan melalui Hati Tersuci Bunda Maria. Jadi cinta kita kepada Allah Bapa dan Yesus bisa kita lakukan melalui penyatuan kita kepada Bunda Maria dengan meneladani kebijakan dan kehidupan Bunda Maria.

Setelah mengunjungi Gereja Hati Kudus Yesus, biasanya saya memutuskan berjalan pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang, saya sering merenungkan hari-hari ke depan yang akan saya lalui di Roma. Saya tidak tahu akan sampai kapan berada di sini menjalankan tugas saya. Tapi yang pasti adalah saya tahu bahwa Hati Kudus Yesus dan Hati Tersuci Perawan Maria akan menguatkan perjalanan saya.

Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

Hari Raya Kelahiran Yohanes Pembaptis

Dia melonjak di dalam kandungan ketika Bunda Maria mengunjungi ibunya.
Dia membaptis banyak orang, dan dia jugalah yang membaptis Yesus
Kata Yesus tentang sepupunya: “Di antara mereka yang lahir dari perempuan, tidak ada yang lebih besar dari Yohanes”

"Akulah suara yang berseru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! Aku membaptis kamu dengan air. Tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal. Dia yang datang kemudian daripadaku. Membuka tali kasutNya pun aku tak pantas".

"Akulah suara yang berseru di padang gurun: Luruskanlah jalan Tuhan! Aku membaptis kamu dengan air. Tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia yang tidak kamu kenal. Dia yang datang kemudian daripadaku. Membuka tali kasutNya pun aku tak pantas".


Setiap tahun pada tanggal 24 Juni gereja Katolik merayakan Hari Kelahiran Yohanes Pembaptis. Sungguh menakjubkan bahwa selama berabad-abad, gereja Katolik selalu merayakan hari ulang tahun Santo Yohanes Pembaptis. Apa sebetulnya yang begitu penting tentang Yohanes Pembaptis sehingga gereja Katolik menghormati peristiwa kelahirannya? Kita menghormati kelahiran Yesus pada hari Natal dan kita menghormati kelahiran Maria pada Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria, tetapi mengapa Yohanes Pembaptis?
Kita ingat, Yesus pernah berkata: "Aku berkata kepadamu, di antara mereka yang lahir dari perempuan tidak ada yang lebih besar dari Yohanes" (Luk 7:28). Yesus menghormati Yohanes di atas semua orang lain dan oleh karena itu sudah sepatutnya kita menghormati dia juga.

Dalam kisah Injil Lukas, Maria, yang mengandung Yesus, pergi mengunjungi saudaranya Elisabet, yang sedang mengandung Yohanes selama enam bulan. Saat Maria menyapa, Elisabet "dipenuhi dengan Roh Kudus" (Luk 1:41) dan putranya yang belum lahir "melompat kegirangan" di dalam rahimnya. Baik Elizabeth dan anaknya sedang menanggapi kenyataan yang luar biasa dari kehadiran Tuhan dalam daging.

Peristiwa ini merupakan penggenapan nubuat yang sebelumnya diucapkan oleh malaikat Gabriel kepada Zakharia (ayah Yohanes) bahwa anak itu akan "dipenuhi dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya" (Luk 1:15). Oleh karena itu, dianutlah kepercayaan yang sudah umum sejak zaman dahulu, bahwa sejak saat itu Yohanes telah disucikan - yaitu, dia dibersihkan dari dosa asal, seolah-olah dia "dibaptis" di dalam rahim ibunya.

Perlu kita perhatikan bahwa ini berarti Yohanes dibebaskan dari dosa asal di dalam rahim, dan kemudian dilahirkan tanpa dosa, tetapi bukan berarti ia dikandung tanpa dosa. Dikandung Tanpa Noda adalah hak teristimewa bagi Bunda Maria di antara orang-orang kudus; dia dilindungi dari dosa asal sejak saat pertama keberadaannya.

Perbedaan besar lainnya antara Bunda Maria dan Yohanes Pembaptis adalah bahwa Maria dilindungi dari semua dosa di sepanjang hidupnya, sedangkan Yohanes tidak.

Maka, pada tanggal kelahirannya, kita menghormati Yohanes Pembaptis, yang dipenuhi dengan Roh Kudus ketika di dalam rahim ibunya, dipilih oleh Allah untuk mewartakan Putra-Nya, menjalani kehidupan teladan kekudusan dan menjadi martir karena imannya.

Mengapa Ditetapkan Tanggal 24 Juni?
Tanggal 24 Juni dipilih sebagai tanggal hari raya karena Kitab Suci memberitahu kita bahwa Yohanes dikandung enam bulan sebelum Yesus (lihat Luk 1:36). Agaknya, kemudian, Yohanes lahir sekitar enam bulan sebelum Kristus, dan kelahiran Kristus dirayakan pada Malam Natal, 24 Desember.

Sebuah Model Kekudusan
Yohanes adalah pewarta Kristus, "suara seseorang yang berseru di padang gurun, 'Persiapkan jalan Tuhan'" (Mat 3:3). Tapi tidak hanya sesederhana itu.

Yohanes memberikan model kekudusan heroik. Dia secara terbuka mengutuk kemunafikan dan amoralitas, menyerukan pesan pertobatan kepada semua orang, dan membaptis mereka. Dia menantang keserakahan dan materialisme pada zamannya, mengikuti jalan kemiskinan dan kesederhanaan, dan tidak mementingkan diri sendiri. Hal inilah yang mengilhami tidak saja orang-orang pada jamannya, tetapi juga pelopor monastisisme Kristen kemudian.

Ke mana pun Yohanes pergi, dia dikelilingi oleh banyak orang dan pengikut, sehingga ada beberapa orang yang mengira dia adalah Mesias. Namun dia tidak memanfaatkan orang-orang ini. Sebaliknya, dia memberi tahu mereka dengan jelas bahwa dia tidak seperti yang mereka kira, dan bahwa mereka harus mengalami pertobatan hati sebagai persiapan untuk Mesias (lihat Yoh 1:19-27).

John3-30.jpeg

Ketika Yesus memulai pelayanan-Nya, Yohanes mengutus murid-muridnya kepada Yesus dan kemudian dia sendiri menghilang ke latar belakang, dengan rendah hati menerima perannya yang semakin berkurang dengan kata-kata: “Ia [Kristus] harus bertambah; Aku harus mengecil” (Yoh 3:30). Dia melupakan dirinya sendiri dan hidup untuk Yesus.

Yohanes Pembaptis dipuji sebagai contoh yang layak tentang arti menjadi seorang pribadi pengikut Kristus. Pesan Yohanes kepada semua orang adalah bahwa kerajaan Sorga sudah dekat, jadi kita harus bersiap. Pada hari raya kelahirannya, Gereja memperbarui pesan pertobatan yang sangat penting ini.


Sources:

https://simplycatholic.com/st-john-the-baptists-birthday/
https://fatimachurchabq.org/news/the-nativity-of-saint-john-the-baptist-2018



Read More
Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin Artikel & Renungan Redaksi E-Bulletin

The Feast of Our Lady of Fatima

Tiba-tiba mereka melihat kilat. Karena takut, anak-anak itu pun mulai berlari mencari perlindungan. Tepat di atas pohon ek, mereka melihat lagi perempuan yang sedang berkilauan cahaya. Perempuan yang adalah Bunda Maria itu mengatakan kepada mereka agar tidak takut. Kata perempuan itu, “Aku datang dari Surga''.

Our Lady of Fátima (secara resmi dikenal sebagai Our Lady of the Holy Rosary of Fátima), adalah a Gelar Katolik Bunda Maria, berdasarkan penampakan Maria pada tahun 1917 kepada tiga anak gembala di Cova da Iria, di Fátima, Portugal. Ketiga anak itu adalah Lúcia dos Santos dan sepupunya Francisco dan Jacinta Marto.

penampakan-di-fatima-5cda93e16db8434d59329691.jpg

Menggembalakan kawanan ternak sambil bermain telah menjadi kebiasaan ketiga anak itu. Mereka membawa ternak ke rumput yang hijau dan memberi minum ternak dari sumur di rumah Lucia. Di situlah, ketika mereka hendak memberi ternak minum, seorang malaikat menampakkan dirinya sebagai Malaikat Pelindung Portugal. Itu terjadi pada tanggal 13 Mei 1917, sekitar tengah hari. Setelah itu, Lucia, Fransisco dan Jacinta melihat penampakan seorang wanita cantik sedang bercahaya, memegang rosario di tangannya.

Lucia, Fransisco dan Jacinta.

Lucia, Fransisco dan Jacinta.

Tiba-tiba mereka melihat kilat. Karena takut, anak-anak itu pun mulai berlari mencari perlindungan. Tepat di atas pohon ek, mereka melihat lagi perempuan yang sedang berkilauan cahaya. Perempuan yang adalah Bunda Maria itu mengatakan kepada mereka agar tidak takut. Kata perempuan itu, “Aku datang dari Surga''.

Di kemudian hari, Lucia mendeskripsikan penampakan pertama di tanggal 13 Mei 1917 itu demikian: “Seorang wanita berpakaian serba putih, lebih cemerlang dari matahari. Dia memancarkan cahaya dalam kemilaunya yang sangat jernih. Cahaya itu lebih kuat dari piala kristal yang diisi dengan air kristal dan disambar oleh sinar matahari. Cahaya yang kami lihat di hari itu adalah matahari yang paling cemerlang.”

Lúcia sendiri tidak pernah bisa menggambarkan seperti apa keadaan pada waktu itu, karena amatlah mustahil baginya untuk menatap dengan mata terpaku pada wajah surgawi yang sedang mempesona itu. Yang Lucia tahu adalah bahwa dirinya bersama Fransisco dan Jacinta berada begitu dekat dengan Bunda Maria, sekitar satu setengah meter jauhnya. Itu artinya mereka berdiri dalam jangkauan cahaya yang memancar dan menyelimuti.

Dalam penampakan itu, terjadi percakapan mereka dengan Bunda Maria demikian:

Bunda Maria: Jangan takut; Aku tidak akan melukaimu.

Lúcia: Dari manakah Yang Mulia dan penuh rahmat?

Bunda Maria: Aku dari surga (Pada waktu itu Bunda Maria mengangkat tangannya dan menunjuk ke arah langit.)

Lúcia: Dan apa yang Mulia inginkan dari saya?

Bunda Maria: Aku datang untuk meminta Kalian supaya datang ke tempat ini selama enam bulan berturut-turut pada hari ketiga belas di setiap bulannya, pada jam yang sama. Nanti aku akan memberitahu kalian siapakah diriku dan apa yang aku inginkan. Setelah itu, aku akan kembali ke tempat ini untuk kali ketujuh.

Lúcia: Apakah aku akan pergi ke surga juga?

Bunda Maria: Ya, tentu saja.

Lúcia: Dan Jacinta?

Bunda Maria: Dia juga.

Lúcia: Dan Francisco?

Bunda Maria: Dia juga, tetapi dia harus banyak berdoa Rosario.

Lúcia: Apakah Maria das Neves sudah ada di surga?

Bunda Maria: Ya, benar.

Lúcia: Dan Amélia?

Bunda Maria: Dia akan berada di api penyucian sampai akhir dunia. Apakah kamu ingin mempersembahkan dirimu kepada Allah untuk menanggung semua penderitaan yang Ia kehendaki dan yang dikirimkan-Nya kepada kamu, baik sebagai tindakan perbaikan atas dosa-dosa yang telah menimbulkan murka-Nya maupun sebagai tindakan permohonan bagi pertobatan orang berdosa?

Lúcia: Ya, kami siap.

Bunda Maria: Kalau begitu, kamu akan banyak menderita. Namun Rahmat Allah akan menjadi penghiburan bagi kamu.

Setelah mengucapkan kata-kata terakhir ini, yakni “Rahmat Allah….”, untuk pertama kalinya Bunda Maria membuka tangannya. Segeralah terpancar cahaya yang sangat terang dan menembus dada kami. Cahaya itu mencapai bagian terdalam dari jiwa kami dan memampukan kami melihat diri kami sendiri dalam dalam Tuhan.

Dialah cahaya itu, yang memampukan kami melihat diri kami lebih jelas daripada yang bisa kita lihat di hadapan sebuah cermin terbaik sekalipun. Tiba-tiba ada dorongan kuat dari dalam diri kami untuk berlutut. Sambil berlutut, kami mengulang seruan ini dalam hati: “O Tritunggal Mahakudus, aku memujamu! Tuhanku, Tuhanku, aku mencintai-Mu dalam Sakramen Mahakudus.”

Beberapa saat kemudian, Bunda Maria menambahkan, “Berdoalah Rosario setiap hari untuk mendapatkan kedamaian bagi dunia dan untuk mengakhiri perang.”

Bunda Maria tiba-tiba mulai terangkat dengan tenang ke arah timur sampai dia menghilang di kejauhan. Cahaya yang mengelilinginya, bisa dikatakan, membuka jalan melalui cakrawala berbintang.


Pesan Penampakan Bunda Maria di Fatima 1917

Pesan pertama
:

“Bunda Maria menunjukkan kepada kami sebuah lautan api yang besar yang sepertinya berada di bawah bumi. Yang terbenam di dalam api adalah setan-setan dan jiwa-jiwa di dalam rupa manusia, seperti bara api yang transparan, semua kehitaman atau gosong seperti tembaga, mengambang di atas lautan api, sekarang naik ke udara dengan lidah-lidah api yang keluar dari dalam diri mereka sendiri bersama dengan awan-awan api yang besar, sekarang jatuh kembali pada setiap sisi seperti percikan di dalam api yang besar sekali, tanpa berat atau keseimbangan, di tengah-tengah tawa dan erangan kesakitan dan keputusasaan, yang menakutkan kami dan membuat kami gemetar ketakutan. Setan-setan dapat dibedakan dengan kemiripan mereka yang menakutkan dan menjijikkan dengan binatang-binatang yang menakutkan dan tidak dikenal, semua hitam dan transparan. Penglihatan ini berakhir dalam sekejap. Bagaimana kami dapat bersyukur kepada Bunda Surgawi yang baik, yang telah mempersiapkan kami dengan menjanjikan di dalam Penampakan yang pertama, untuk membawa kami ke surga. Jika tidak, saya rasa kami akan sudah mati ketakutan….”

Pesan kedua:

Kami lalu melihat kepada Bunda Maria yang berkata:

“Kamu telah melihat kemana jiwa-jiwa yang berdosa pergi. Untuk menyelamatkan mereka Tuhan berkehendak untuk mengadakan di dunia devosi kepada Hatiku yang tidak bernoda (Immaculate Heart). Jika apa yang aku katakan kepadamu dilakukan, banyak jiwa akan diselamatkan dan akan ada damai. Perang [Perang Dunia I] akan berakhir, tetapi kalau orang-orang tidak berhenti menentang Allah, sebuah perang yang lebih parah akan pecah pada saat pontifikat Paus Pius XI. Ketika kamu melihat malam yang diterangi oleh sebuah terang yang tak dikenal, ketahuilah bahwa ini adalah tanda yang besar yang diberikan kepadamu dari Tuhan bahwa Ia akan menghukum dunia karena kejahatannya, dengan cara perang, kelaparan, penganiayaan terhadap Gereja dan terhadap Bapa Suci. Untuk menghindari ini, saya datang untuk memohon konsekrasi Rusia kepada hatiku yang tidak bernoda, dan Komuni untuk silih dosa pada setiap Sabtu pertama. Jika permohonanku dipenuhi, Rusia akan bertobat dan akan ada damai, jika tidak, ia akan menyebarkan kesesatannya kepada seluruh dunia, menyebabkan perang dan penganiayaan terhadap Gereja. Orang-orang baik akan dibunuh; dan Bapa Suci akan mengalami penderitaan berat, bangsa- bangsa akan dilenyapkan. Pada akhirnya Hatiku yang tak bernoda akan menang. Bapa Suci akan meng-kosekrasikan Rusia kepadaku dan Rusia akan bertobat, dan sebuah periode damai akan diberikan kepada dunia.”

 

Pesan ketiga:

Saya [Sr. Lucia] menulis dalam ketaatan kepada Engkau, Tuhanku, yang memerintahkan kepadaku melalui Uskup Leiria dan melalui Bunda-Mu yang tersuci dan Bundaku.

Setelah dua bagian yang telah kujelaskan, di sebelah kiri Bunda Maria dan sedikit ke atas, kami melihat seorang Malaikat dengan sebuah pedang yang berapi di tangan kirinya, mengkilat, mengeluarkan lidah-lidah api yang terlihat seperti seolah-olah akan menyalakan dunia dengan api, tetapi lidah-lidah api itu mati bersentuhan dengan kemuliaan yang Bunda Maria pancarkan kepadanya [malaikat itu], dari tangan kanannya. Menunjuk ke bumi dengan tangan kanannya, Malaikat itu berteriak dengan suara keras: ‘Bertobatlah, bertobatlah, bertobatlah!” Dan kami melihat di dalam sebuah terang yang besar yang adalah Tuhan: ‘sesuatu yang mirip dengan bagaimana orang orang muncul di cermin ketika mereka melewatinya’, seorang Uskup berpakaian putih ‘kami mempunyai kesan bahwa itu adalah Bapa suci’. Uskup-uskup yang lain, para imam, kaum religius laki-laki dan perempuan menanjak sebuah gunung yang terjal, pada puncaknya terdapat sebuah Salib yang besar dari batang pohon yang secara kasar ditebang seperti dari pohon perop ..; sebelum sampai ke sana Bapa suci melewati sebuah kota yang besar yang separuhnya hancur dan separuhnya gemetar, dengan langkah terhenti, terpukul dengan kesakitan dan penderitaan, ia berdoa bagi para jiwa dan jenazah yang ditemuinya di jalan; setelah sampai di puncak bukit, dengan berlutut pada kaki Salib yang besar, ia dibunuh oleh sebuah kelompok parjurit yang menghujaninya dengan peluru- peluru dan panah terarah kepadanya, dan dengan cara yang sama di sana satu persatu wafatlah para Uskup, imam dan kaum religius laki-laki dan perempuan dan bermacam orang awam dari berbagai tingkatan dan posisi. Di bawah kedua lengan Salib, terdapat dua Malaikat, masing-masing dengan wadah kristal di tangannya, yang dipakai untuk mengumpulkan darah para martir dan dengan itu memerciki para jiwa yang sedang mengambil jalan menuju Allah.”

 

Tahun ini, the Feast of Our Lady of Fatima diperingati tanggal 13 mei 2021.

Bahan dikutip dari : pewartasabda.wordpress.com, katolisitas.org



Read More